Rabu, 03 September 2008

MENGENAL ILLEGAL, UNREPORTED DAN UNREGULATED (IUU) FISHING

Mengenal Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing


Pengertian Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing secara harfiah dapat diartikan sebagai Kegiatan perikanan yang tidak sah, Kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau Aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia. IUU Fishing dapat terjadi disemua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung pada lokasi, target spesies, alat tangkap yang digunakan serta intensitas exploitasi. Dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan di zona juridiksi nasional maupun internasional seperti high seas.
Illegal Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :1. Yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;2. Yang bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban internasional;3. Yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku. Kegiatan Illegal Fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah :a) penangkapan ikan tanpa izin;b) penangkapan ikan dengan mengunakan izin palsu; c) Penangkapan Ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang;d) Penangkapan Ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan Izin. Penyebab Illegal Fishing
Meningkat dan tingginya permintaan ikan (DN/LN)
Berkurang/Habisnya SDI di negara lain
Lemahnya armada perikanan nasional
Izin/dokumen pendukung dikeluarkan lebih dari satu instansi
Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut
Lemahnya delik tuntutan dan putusan pengadilan
Belum ada visi yang sama aparat penegak hukum
Lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana
Unreported Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :1. Yang tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar kepada instansi yang berwenang, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional;2. Yang dilakukan di area yang menjadi kompetensi organisasi pengelolaan perikanan regional, namun tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, tidak sesuai dengan prosedur pelaporan dari organisasi tersebut.Kegiatan Unreported Fishing yang umum terjadi di Indonesia: a) penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan data tangkapan; b) penangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (transhipment di tengah laut) Penyebab Unreported Fishing
Lemahnya peraturan perundangan
Belum sempurnanya sistem pengumpulan data hasil tangkapan/ angkutan ikan
Belum ada kesadaran pengusaha terhadap pentingnya menyampaikan data hasil tangkapan/angkutan ikan
Hasil Tangkapan dan Fishing Ground dianggap rahasia dan tidak untuk diketahui pihak lain (saingan)
Lemahnya Ketentuan Sanksi dan Pidana
Wilayah kepulauan menyebabkan banyak tempat pendaratan ikan yang sebagian besar tidak termonitor dan terkontrol
Unit penangkapan di bawah < 6 GT tidak diwajibkan memiliki IUP dan SIPI (unregulated), sehingga tidak diwajibkan melaporkan data produksinya.
Sebagian besar perusahaan yang memiliki armada penangkapan memiliki pelabuhan / tangkahan tersendiri.
Laporan produksi yang diberikan oleh pengurus perusahaan kepada dinas terkait cenderung lebih rendah dari sebenarnya. Menurut petugas retribusi laporan produksi umumnya tidak pernah mencapai 20% dari produksi yang sebenarnya.
Unregulated Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :1. pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dan kegiatan penangkapan tersebut dilaksanakan dengan cara yang tidak sesuai dengan tanggung-jawab negara untuk pelestarian dan pengelolaan sumberdaya ikan sesuai hukum internasional;2. pada area yang menjadi kewenangan organisasi pengelolaan perikanan regional, yang dilakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan, atau yang mengibarkan bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota organisasi tersebut, dengan cara yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dari organisasi tersebut.Kegiatan Unregulated Fishing di perairan Indonesi, antara lain masih belum diaturnya:a) mekanisme pencatatan data hasil tangkapan dari seluruh kegiatan penangkapan ikan yang ada; b) wilayah perairan-perairan yang diperbolehkan dan dilarang; c) pengaturan aktifitas sport fishing; kegiatan-kegiatan penangkapan ikan menggunakan modifikasi dari alat tangkap ikan yang dilarang.Penyebab Unregulated Fishing
Potensi SDI di perairan Indonesia masih dianggap memadai dan belum membahayakan
Sibuk mengatur yang ada karena banyak masalah
Orientasi jangka pendek
Beragamnya kondisi daerah perairan dan SDI
Belum masuknya Indonesia menjadi anggota organisasi perikanan internasional
Kerugian Akibat IUU FISHINGv Subsidi BBM dinikmati oleh kapal-kapal yang tidak berhak;v Pengurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);v Peluang kerja nelayan Indonesia (lokal) berkurang, karena kapal-kapal illegal adalah kapal-kapal asing yang menggunakan ABK asing;v Hasil tangkapan umumnya dibawa langsung ke luar negeri (negara asal kapal), sehingga mengakibatkan: (a) hilangnya sebagian devisa negara dan (b) berkurangnya peluang nilai tambah dari industri pengolahan;v Ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan karena hasil tangkapan tidak terdeteksi, baik jenis, ukuran maupun jumlahnya;v Merusak citra Indonesia pada kancah International karena IUU fishing yang dilakukan oleh kapal asing berbendera Indonesia maupun kapal milik warga negara Indonesia. Hal ini juga dapat berdampak ancaman embargo terhadap hasil perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri. Sebagian Kerugian Ekonomi karena IUU Fishing
Pungutan Perikanan yang dibayarkan dengan tariff kapal Indonesia .
Subsidi BBM yang dinikmati oleh kapal asing yang tidak berhak.
Produksi ikan yang dicuri (Volume dan Nilai)
Rincian Pukat IkanL. Arafura Pukat IkanS. Malaka Pukat Udang Pulat CincinPelagis Besar Rawai Tuna
Ukuran Kapal (GT) 202 240 138 134 178
Kekuatan Mesin (HP) 540 960 279 336 750
Produksi (Ton/kpl/th) 847 864 152 269 107
Rugi Pungutan PerikRp.Juta/Kapal/Th 193 232 170 267 78
Rugi Subsidi BBMRp.Juta/Kapal/Th 112 221 64 77 173
Rugi Produksi IkanRp.Juta/Kapal/Th 3.559 1.733 3.160 1.101 801
Total KerugianRp.Juta/Kapal/Th 3.864 2.187 3.395 1.446 1.052
CARA PENANGGULANGAN IUU FISHING Sebelum membahas cara penanggulangan IUU Fishing terlebih dahulu harus mengetahui kendala yang dihadapi dalam penanganan IUU Fishing adalah : 1. Lemahnya pengawasanØ masih terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas pengawasan; Ø SDM pengawasan yang masih belum memadai terutama dari sisi kuantitas; Ø belum lengkapnya peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,Ø masih lemahnya koordinasi antara aparat penegak hukum baik pusat maupun daerah;Ø belum berkembangnya lembaga pengawasan;Ø Penerapan sistem MCS yang belum sempurna 2. Belum tertibnya perijinan - Ø Pemalsuan Ijin, penggandaan ijin 3. Lemahnya Law EnforcementØ Wibawa hukum menurunØ Ketidak adilan bagi masyarakatØ Maraknya pelanggaran & illegal Penanggulangan IUU Fishing1. Sistem PengelolaanØ Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan dengan cara Pelestarian: Perlindungan, Pengawetan dan Rehabilitasi, Pengalokasian dan penataan pemanfaatan, Penyusunan Peraturan, Perijinan dan pemanfaatan Sumberdaya ikan. 2. Kebijakan dengan Visi Pengelolaan SDKP tertib dan bertanggung jawabØ Meningkatkan kualitas pengawasan secara sistematis dan terintegrasi agar pengelolaan SDKP berlangsung secara tertib dengan cara operasi pengawasan dan penegakan hukum.Ø Meningkatkan apresiasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan SDKP dengan cara pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat seperti pembentukan kelompok apengawas masyarakat (Pokmaswas). 3. StrategiØ Optimalisasi Implementasi MCS (Monitoring, Controlling, Surveillancea) dalam pengawasan dengan cara Peningkatan Sarana dan Prasarana pengewasan dan Mengintegrasikan komponen MCS (VMS, Kapal Partroli, Pesawat Patroli Udara, Alat Komunikasi, Radar Satelit/Pantai, Siswasmas, Pengawas Perikanan (PPNS) dan Sistem Informasi Pengawasan dan Pengendalian SDKP) dalam satu system yang sinergis. Ø Pembentukan Kelembagaan Pengawasan di Tingkat Daerah.Dasar Pembentukan Kelembagaan ini yaitu : Belum adanya lembaga pengawasan yang mandiri, Lambannya penanganan operasi dan penanganan perkara, Rentang kendali dan koordinasi yang panjang, Ketergantungan pada pihak lain, Tidak adanya kepastian kendali dan pasca operasi. Rancangan kebutuhan kelembagaan pengawasan yaitu Pangkalan Pengawasan 7 Unit, Stasiun Pengawas 31 Unit dan Satker Pengawas 130 Unit. Sampai saat ini baru Pangkalan 2 unit, Stasiun 3 unit dan Satker unit masih jauh dari harapan. Ø Meningkatkan Intensitas Operasional Pengawasaan Baik Dengan Kapal Pengawas Ditjen P2SDKP secara mandiri maupun kerjasama dengan TNI AL dan Polri. Dengan Langkah ke depan :• Meningkatkan frekuensi kerjasama operasi dengan TNI AL dan POLAIR • Memprogramkan pengadaan Kapal Pengawas dalam jumlah yang mencukupi baik melalui APBN Murni maupun Pinjaman / Hibah Luar Negeri (PHLN). Ø Operasional Penertiban Ketaatan Kapal Dipelabuhan.Dalam operasi tersebut dilakukan pemeriksaan : 1. Ketaatan berlabuh di pelabuhan pangkalan sesuai dengan ijin yang diberikan, 2. Ketataan Nakhoda kapal perikanan dalam melaporkan hasil tangkapan melalui pengisian Log Book Perikanan, 3. Ketaatan pengurusan ijin untuk kapal yang belum berijin dan masa berlaku ijinnya telah habis.Berdasarkan hasil pemeriksaan kapal di pelabuhan pangkalan yang tertib diterbitkan Surat Laik Operasi (SLO) Kapal Perikanan dari Pengawas Perikanan untuk mendapatkan Surat Izin Berlayar (SIB) dari Syahbandar dan bagi yang tidak tertib tidak akan dikeluarkan. Ø Pengembangan Dan Optimalisasi Implementasi Vessel Monitoring System (VMS).1. Mewajibkan Pemasangan Transmitter VMS Bagi Kapal berukuran 60 GT ketas.2. Penerapan Transmitter VMS Off Line Bagi Kapal Berukuran 30 – 60 GT.3. Penerapan Sanksi yang tegas sesuai ketentuan yang berlaku bagi pemilik kapal yang tidak patuh. Ø Pengembangan Sistem Radar Pantai Yang Terintegrasi Dengan VMS.1. Pengembangan sistem radar yang diintegrasikan dengan VMS (telah dikembangkan bersama BRKP).2. Stasiun-stasiun radar tersebut akan ditempatkan pada titik-titik pintu masuknya kapal-kapal perikanan asing ke Indonesia (Selat Malaka, Laut Natuna dsb). Apabila konsep ini terwujud Informasi pengawasan dapat diterima lebih banyak. Hal itu akan mengurangi fungsi patroli kapal pengawas, sehingga pengadaan kapal pengawas bisa dikurangi. Ø Koordinasi Dalam Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana.1. Peningkatan Peran Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan2. Mempercepat proses penegakan hukum (penyidikan, penuntutan dan persidangan) antar lain melalui Pengadilan Khusus Perikanan3. Mengantisipasi terjadinya tuntutan (Pra-peradilan, Class Action dan Tuntutan Perdata) 4. Mengamankan dan merawat barang bukti (misal: kapal, alat tangkap) agar nilai ekonominya dapat dipertahankan5. Penanganan ABK Non Yustitia dari kapal-kapal perikanan asing illegal yang tertangkap Ø Pelibatan Masyarakat dalam Pengawasan Sumberdaya Ikan melalui SISWASMAS1. Pembinaan berupa peningkatan teknis pengawasan dan pemberian stimulant kepada kelompok-kelompok tersebut berupa perlengkapan pengawas (radio komunikasi, senter, mesin tik dll). 2. Sampai dengan tahun 2006 telah terbentuk 759 Pokmaswas yang tersebar di 30 Propinsi di Indonesia. 3. Evaluasi Pokmaswas tingkat Nasional untuk mendapatkan penghargaan dari Presiden RI. Ø Pembentukan Pengadilan Khusus Perikanan.Dasar Pembentukan : 1. Perkara perikanan belum mendapat perhatian serius dibanding perkara lain2. Mewujudkan suatu tatanan sistem peradilan penanganan perikanan yang efektif3. Menstimulasi kinerja pengadilan negeri dalam menangani tindak pidana perikanan4. Mengubah paradigma di kalangan aparat penegak hukum dalam menangani perkara-perkara perikananSampai saat ini telah dibentuk di lima tempat yaitu Jakarta Utara, Pontianak, Medan, Tual dan Bitung. Sumber Kebijakan Penaggulangan IUU Fishing Dalam Mendukung Tugas PPNS di Lapangan Oleh Direktur Jenderal P2SDKP pada Acara Coaching Clinic PPNS Perikanan Tahun 2007.

Selasa, 17 Juni 2008

STOP PERUSAKAN ALAM,KURANGI PENGGUNAAN KERTAS DAN PLASTIK


Setelah mencanangkan gerakan penggunaan kertas bolak-balik dan pengumpulan kertas bekas di sekertariat BEM UI, kemudian dilanjutkan seminar dan workshop tentang lingkungan dan pengolahan sampah di Pusat Studi Jepang UI, Kini acara yang bertajuk “Everlasting Act” melakukan kampanye mengurangi penggunaan plastic di kawasan Monumen Nasional, minggu,15 Juni 2008.

Meskipun di pagi hari kawasan Monas di guyur hujan, namun tidak menyurutkan langkah plastic man untuk berkeliling menukarkan tas plastik yang dibawa pengunjung dengan tas bahan yang bisa di cuci dan dipakai berulang-ulang. Plastic man adalah seorang tokoh yang menjadi bagian dalam aksi teatrikal kampanye ini, ia merupakan manusia yang ditempeli plastik-plastik bekas, hal ini dilakukan agar setiap orang sadar bahwa plastik setelah dibuang akan menjadi sampah dan tidak akan terurai selama 300-500 tahun. Selain plastic man,juga terdapat mr.log manusia kayu hasil penebangan illegal, yang mana bisa kita tuliskan pesan-pesan lingkungan di tubuhnya. Ada juga Manusia pohon, pohon terakhir yang sudah layu dan siap untuk mati karena kerusakan lingkungan yang diciptakan oleh manusia.

Kampanye yang di lakukan oleh sekitar 30an mahasiswa UI ini berlangsung sampai dengan pukul sebelas siang. Selain aksi teatrikal juga ada penjelasan dari saudara Reno mengenai pentingnya kita mengurangi penggunaan plastic dan kertas, penggalangan donasi dana untuk hutan Indonesia, dan pembagian leaflet yang berisi pesan-pesan dan langkah mudah yang bisa kita lakukan untuk menjaga lingkungan.

Seperti yang tertulis dalam leaflet, banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi dampak yang timbul dari penggunaan kertas dan plastic, antara lain :

1. Gunakan kertas bolak-balik, untuk mengeprint dan fotocopy

2. Baca Koran dan membayar rekening (listrik, air, dan telepon) secara online sehingga mengurangi penggunaan kertas.

3. Katakan tidak untuk Tas Plastik

4. Membeli tempat minuman yang permanen sehingga dapat dipakai berulang kali dan tidak perlu membeli air botol kemasan.

5. Biasakan memisahkan antara sampah plastic dan non plastic

6. Jadilah pelopor lingkungan, Mari kita selamatkan lingkungan dari hal yang kecil, oleh diri sendiri, dan saat ini.

Ayo, kita memulai, sekarang juga dan jangan ditunda lagi.

Jumat, 06 Juni 2008

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

meliputi hal beriku:

1. Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
2. Pengungsi adalah orang-orang atau kelompok-kelompok orang yang telah dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat tinggal mereka sebelumnya, terutama sebagai akibat dari, atau dalam rangka menghindarkan diri dari, dampak-dampak konflik bersenjata, situasi-situasi rawan yang ditandai oleh maraknya tindak kekerasan secara umum, pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manusia, bencana-bencana alam, atau bencana-bencana akibat kegiatan manusia.
3. Korban Bencana adalah manusia yang mengalami kerugian akibat bencana, baik secara fisik, mental maupun sosial.
4. Penanganan Bencana (disaster management) adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanganan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, yang mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan
5. Pencegahan (prevention) adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya.
6. Mitigasi (mitigation) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.
7. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
8. Tanggap Darurat (emergency response) adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
9. Pemulihan (recovery) adalah proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi.
10. Rehabilitasi (rehabilitation) adalah upaya yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.
11. Rekonstruksi (reconstruction) adalah program jangka menengah dan yang jangka panjang meliputi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.
12. Ancaman (hazard) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan.
13. Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
14. Kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana.
15. Risiko (risk) adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.
16. Peringatan Dini (early warning) adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan (coherent), dan resmi (official).
17. Bantuan Darurat (relief) merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar pada kedaruratan.
18. Pemerintah adalah pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

Rabu, 04 Juni 2008

Seismograph , operasionalisasi institusi dan kurikulum pendidikan siaga bencana


Dalam diskusi online yang disiarkan melalui radio ISTECS yang diikuti puluhan pendengar di seluruh dunia ini juga berlangsung sesi pertanyaan yang menarik. Jawaban-jawaban meyakinkan dan penuh dengan gagasan yang bermanfaat muncul dalam sesi ini. Sebut saja misalnya gagasan Bambang Rudiyanto yang meyakinkan pentingnya membeli tehnologi seismograph dari negera-negara maju meskipun dengan biaya mahal. Hal ini harus dilakukan sebab Indonesia baru memiliki 30 titik lokasi seismograph dan ini belum bisa mendeteksi tsunami lebih dini. Menurut Bambang biayanya memang mahal, tetapi mau tidak mau teknologi harus kita ambil dari negara yang lebih maju. Sementara M.Ridha memberikan kritik yang tajam tentang fenomena Badan Koordinasi penangulangan bencana yang kesannya mirirp sebuah kepanitiaan. Selain itu menurut aktivis Tsunami and Disaster Mitigation Center Universitas Syah Kuala ini, konsep penanggulangan bencana nampak bagus diatas kertas namun operasionalnya belum.

Menanggapi soal kurikulum pendidikan penanggulangan bencana, Heru Susetyo mengemukakan bahwa kurikulum kita harus hati-hati juga, jangan sampai konsepnya hanya sekedar informasi. Hal terpenting adalah bagaimana memasukan disaster education tersebut kepada masyarakat dengan lebih mudah. Pengalaman di Jepang menunjukkan bahwa adanya cerita-cerita rakyat tentang tsunami memberi dampak positif bagi kesiagaan warganya. Model cerita ini bermanfaat bagi anak-anak ketika menghadapi bencana, karena itu membuat cerita bencana yang mudah dimengerti oleh anak-anak merupakan langkah yang menarik untuk ditiru Indonesia. Jadi tidak sekedar memasukkan disaster education dalam kurikulum tetapi juga perlu dipikirkan berbagai cara menerapkan disaster education, termasuk melalui buku-buku cerita, komik dan melalui media televisi.

“ SAMPAH CEMARI CADANGAN AIR TAWAR KOTA BENGKULU

Tempat pembuangan sampah akhir dikota Bengkulu terletak didaerah air sebakul hulu Danau dendam tak sudah, pembuangan tempat akhir sampah dalam periode singkat mungkin belum membawa dampak yang signifikan, namun akan terasa setelah periode yang panjang, apabila terjadi akumulasi sampah yang terus menerus tanpa ada upaya pengelolaan maka pencemaran lingkungan dan pemanasan global pasti akan terus meningkat.

Hasil penelitian Bapedalda Bengkulu menunjukkan, karakteristik sampah kota Bengkulu terdiri dari sampah organic lebih kurang 75% dan 25% sampah non organik yang sulit teruarai di alam seperti plastic, kaleng bekas (logam) dan non logam (keramik dan sejenisnya).

Adanya TPA bisa mencemari air tanah yang dikonsumsi masyrakat kota Bengkulu, karena air lindi TPA sebakul masuk kedalam danau dusun besar, yang menjadi sumber utama dan cadangan terbesar air tawar kota Bengkulu. Bayangkan, jumlah sampah yang di buang ke tempat pembuangan akhir sampah ini cukup besar sekitar 15 ton sampah per-hari. Tumpukan sampah yang berada ditempat pembuangan akhir (TPA) mengandung air yang berasal dari sampah yang disebut (Air lindi), saat musim kemarau jumlah air dari sampah masuk ke danau memang sedikit namun di musim hujan jumlah air akan meningkat seiring dengan zat-zat beracun yang ikut serta di dalamnya.

Tumpukan sampah di TPA maupun tumpukan sampah disudut-sudut kota selain mencemari lingkungan juga pemicu meningkatnya pemanasan global karena sampah Menghasilkan Metana (CH4) gas rumah kaca yang merupakan bagian Gas-gas lain penyebab pemanasan global terdiri dari Karbon dioksida (CO2), Ozon (O3), Dinitrogen oksida (N2O), CFC R-12 (CCl2F2), dan CFC R-11 (CCl3F).

Saat ini yang dibutuhkan adalah adanya system pembuangan sampah yang tidak mencemari kualitas air yang ada didanau dendam dan system pengelolaan sampah yang s baik. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian serius oleh Masyarakat dan Pemerintah kota Bengkulu.


Menggadaikan negeri kepada korporasi


Fenomena pembangunan yang eksploitatif yang sangat berpihak kepada pemodal kembali di dipertontonkan oleh SBY selaku presiden RI. Para corporat tentu akan sangat senang dengan keluarnya aturan PP No 22 tahun 2008 tentang biaya rental lahan di hutan lindung. Gambaran tenta sewa-menyewa sudah dengan jelas di ingatan, bahwa selama ini tidak ada proses rental yang pada akhir akan memberikan kontribusi positif bagi yang empunya barang.

PP No 2 tahun 2008 ini sendiri secara vulgar menyediakan diri untuk menggadaikan hutan dengan harga yang sangat murah yang di peruntukan bagi kalangan berada dan selama ini menjadi aktor kunci dalam setiap kerusakan lingkungan yang ada di negeri ini.

Persoalan utama sebenarnya bukan atas dasar seberapa besar hutan lindung itu di gadaikan, tetapi jauh dari sekedar proses penggadaian akan tetapi jika ditinjau dari beberapa peraturan sebelumnya maka akan sangat terlihat bahwa peraturan ini saling bertabrakan dan tidak punya relasi sama sekali. Kedua ketika UU No 41 tahu 99 di amandemen, ada 14 perusahaan tambang yang sekarang boleh beroperasi di hutan lindung, kenyataan ini mengambarkan akan ada banyak perusahaan lain yang akan beroperasi dihutan lindung dan sisi lainnya adalah 14 perusahaan yang sudah mendapatkan izin ini akan memperluas cakarnya di wilayah-wilayah yang menandung deposit lainnya. Ketiga keluarnya PP ini menggambarkan bahwa seolah-olah pemerintah memberikan izin kepada perusahaan tambang untuk melakukan ekspansi besar-besaran. Istilah yang paling tepat atas kenyataan ini adalah “Daripada diberikan secara Cuma-Cuma mending di bayarlah walau Cuma sedikit” dan itu menjadi tanda mata atas transaksi yang terjadi.

Keluarnya biaya rental ini bagi bengkulu sebagai propinsi dengan luasan wilayah lindung lebih dari 50 persen tentu saja akan sangat berdampak negative. Karena biaya rental ini akan mempermudah proses ekspolitasi deposit yang secara umum berada di wilyah lindung. Tercatat sekarang ini penambangan di propinsi bengkulu berada di hutan lindung baik itu yang dilegitimasi oleh pemerintah maupun penambangan yang dilakukan swadaya oleh masyarakat.

Dalam penataan ruangnya Bengkulu dari 1,9 juta luas total bengkulu 920 ribu hektar (46,54 %) diantaranya ditetapkan sebagai kawasan hutan. Terdiri dari Taman Nasional, Hutan Lindung, Cagar Alam, Hutan Wisata dan Hutan Produksi. Sisanya peruntukan pemukiman, fasilitas umum, kawasan budidaya dan pertambangan.

Berdasarkan SK.MenhutBun, No. 420 tahun 1999, kawanan hutan antaralain, taman nasional 405,3 ribu ha, hutan lindung 251,5 ribu ha Cagar Alam 6,7 ribu ha dan Hutan Produksi 218,2 ribu ha. Dari luasan tersebut sebagian besar dalam kondisi rusak. Catatan WALHI menunjukan 90% Hutan produksi tidak memilik potensi kayu, 75% Hutan Lindung rusak dan tidak dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan, dan 70 Cagar Alam rusak berat (non hutan). Hanya Taman Nasional yang masih relatif baik namun pada daerah-daerah yang berakses tinggi seperti di kabupaten Lebong dan Kabupaten Kaur Hutan ini pun telah compang-camping. Kenyataan sekarang ini kerusakan taman nasional kerinci seblat secara keseluruhan dengan pembangunan jalan semakin meningkat. Pembangunan jalan Muara kulam – mersip di kabupaten musi rawas menuju sarolangun, , kambang muara labuh, tapus – talang macang merupakan ancaman serius bagi keselamatan hutan TNKS. Belum ada upaya yang lebih tegas atas kenyataan yang terjadi.

Data Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Propinsi Bengkulu tahun 2004 melaporkan ada 18 perusahaan pemegang kuasa pertambangan yang masih beroprasi di propinsi, dengan total luasan lahan yang dikelola lebih kurang 23.516,45 Ha, dan dari luasan tersebut 23.117,85 diantaranya merupakan tambangan batubara.

Penambangan batubara di Bengkulu dilakukan dengan sistem terbuka (surface mining), bentuk penambangan ini merupakan bentuk yang sangat besar dampak negarifnya terhadap lingkungan, apalagi jika tempat penambangan tersebut dilakukan di daerah aliran sungai (DAS).

Tapi atas kenyataan yang ada dengan keluarnya PP No 2 tahun 2008 ini ruang tersebut menjadi terbuka dan dapat di jadikan sebagai acuan dalam menggadaikan hutan kepada pihak perusahaan. Memang peraturan ini tidak akan berdiri sendiri dalam proses implementasinya, tetapi dengan di bukanya ruang ini maka pembukaan hutan lindung sebagai areal konsesi pertambangan akan semakin terbuka. Dan pasti akan sangat merugikan sebagian besar rakyat bengkulu yang menggantungkan hidupnya atas ketersediaan air sebagai sumber utama kehidupan serta benteng terakhir bengkulu dari kehancuralan masalah akibat dari bencana ekologis.

“ Sejarah Hari Bumi ”

Tiga puluh tahun yang lalu pada 22 April 1970, hari Bumi untuk pertama kalinya diselenggarakan di Amerika Serikat, atas prakarsa seorang senator, Gaylord Nelson. Embrio gagasan Hari Bumi dimulai sejak ia menyampaikan pidatonya di Seattle tahun 1969, tentang desakan untuk memasukkan isu-isu kontroversial, dalam hal ini lingkungan hidup, dalam kurikulum resmi perguruan tinggi mengikuti model teach in mengenai masalah anti perang. Gagasan Nelson mendapat dukungan yang mencengangkan dari masyarakat sipil.

Dukungan ini terus membesar dan memuncak dengan menggelar peringatan HARI BUMI yang monumental. Majalah TIME memperkirakan bahwa sekitar 20 juta orang turun ke jalan pada 22 April 1970. Nelson menyebutkan fenomena ini sebagai ledakan akar rumput yang sangat mencengangkan’ dimana : ” Masyarakat umum sungguh peduli dan Hari Bumi menjadi kesempatan pertama sehingga mereka benar-benar dapat berpartisipasi dalam suatu demonstrasi yang meluas secara nasional, dan dengan itu menyempaikan pesan yang serius dan mantap kepada para politisi untuk bangkit dan berbuat sesuatu “.

Menurut berbagai analisis ledakan ini muncul karena bergabungnya generasi pemrotes tahun 60-an (bagian terbesar adalah pelajar, mahasiswa, sarjana) yang terkenal sebagai motor gerakan anti-perang, pembela hak-hak sipil yang radikal. Sebuah perkawinan antara pemberontakan 60-an dan kesadaran lingkungan tahun 60-an. Hari Bumi yang pertam ini di Amerika Serikat merupakan klimaks perjuangan gerakan lingkungan hidup tahun 60-an untuk mendesak masuk isu lingkungan sebagai agenda tetap nasional. Kini peringatan Hari Bumi telah menjadi sebuah peristiwa global. Para pelaksana peringatan HARI BUMI menyatukan diri dalam jaringan global masyarakat sipil untuk Hari Bumi yakni EARTH DAY NETWORK yang berpusat di Seattle. Bila Hari Bumi ‘70 pertama paling tidak melibatkan 20 juta manusia di AS, Hari Bumi 1990 melibatkan 200 juta manusia di seluruh dunia, maka pada Hari Bumi 2000 diperkirakan terlibat 500 juta manusia di seluruh dunia dengan jargon “making history - making change”.

GREEN STUDENT MOVEMENT

RAFFLESIA BENGKULU