Selasa, 17 Juni 2008

STOP PERUSAKAN ALAM,KURANGI PENGGUNAAN KERTAS DAN PLASTIK


Setelah mencanangkan gerakan penggunaan kertas bolak-balik dan pengumpulan kertas bekas di sekertariat BEM UI, kemudian dilanjutkan seminar dan workshop tentang lingkungan dan pengolahan sampah di Pusat Studi Jepang UI, Kini acara yang bertajuk “Everlasting Act” melakukan kampanye mengurangi penggunaan plastic di kawasan Monumen Nasional, minggu,15 Juni 2008.

Meskipun di pagi hari kawasan Monas di guyur hujan, namun tidak menyurutkan langkah plastic man untuk berkeliling menukarkan tas plastik yang dibawa pengunjung dengan tas bahan yang bisa di cuci dan dipakai berulang-ulang. Plastic man adalah seorang tokoh yang menjadi bagian dalam aksi teatrikal kampanye ini, ia merupakan manusia yang ditempeli plastik-plastik bekas, hal ini dilakukan agar setiap orang sadar bahwa plastik setelah dibuang akan menjadi sampah dan tidak akan terurai selama 300-500 tahun. Selain plastic man,juga terdapat mr.log manusia kayu hasil penebangan illegal, yang mana bisa kita tuliskan pesan-pesan lingkungan di tubuhnya. Ada juga Manusia pohon, pohon terakhir yang sudah layu dan siap untuk mati karena kerusakan lingkungan yang diciptakan oleh manusia.

Kampanye yang di lakukan oleh sekitar 30an mahasiswa UI ini berlangsung sampai dengan pukul sebelas siang. Selain aksi teatrikal juga ada penjelasan dari saudara Reno mengenai pentingnya kita mengurangi penggunaan plastic dan kertas, penggalangan donasi dana untuk hutan Indonesia, dan pembagian leaflet yang berisi pesan-pesan dan langkah mudah yang bisa kita lakukan untuk menjaga lingkungan.

Seperti yang tertulis dalam leaflet, banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi dampak yang timbul dari penggunaan kertas dan plastic, antara lain :

1. Gunakan kertas bolak-balik, untuk mengeprint dan fotocopy

2. Baca Koran dan membayar rekening (listrik, air, dan telepon) secara online sehingga mengurangi penggunaan kertas.

3. Katakan tidak untuk Tas Plastik

4. Membeli tempat minuman yang permanen sehingga dapat dipakai berulang kali dan tidak perlu membeli air botol kemasan.

5. Biasakan memisahkan antara sampah plastic dan non plastic

6. Jadilah pelopor lingkungan, Mari kita selamatkan lingkungan dari hal yang kecil, oleh diri sendiri, dan saat ini.

Ayo, kita memulai, sekarang juga dan jangan ditunda lagi.

Jumat, 06 Juni 2008

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

meliputi hal beriku:

1. Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
2. Pengungsi adalah orang-orang atau kelompok-kelompok orang yang telah dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat tinggal mereka sebelumnya, terutama sebagai akibat dari, atau dalam rangka menghindarkan diri dari, dampak-dampak konflik bersenjata, situasi-situasi rawan yang ditandai oleh maraknya tindak kekerasan secara umum, pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manusia, bencana-bencana alam, atau bencana-bencana akibat kegiatan manusia.
3. Korban Bencana adalah manusia yang mengalami kerugian akibat bencana, baik secara fisik, mental maupun sosial.
4. Penanganan Bencana (disaster management) adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanganan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, yang mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan
5. Pencegahan (prevention) adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya.
6. Mitigasi (mitigation) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.
7. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
8. Tanggap Darurat (emergency response) adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
9. Pemulihan (recovery) adalah proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi.
10. Rehabilitasi (rehabilitation) adalah upaya yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.
11. Rekonstruksi (reconstruction) adalah program jangka menengah dan yang jangka panjang meliputi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.
12. Ancaman (hazard) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan.
13. Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
14. Kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana.
15. Risiko (risk) adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.
16. Peringatan Dini (early warning) adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan (coherent), dan resmi (official).
17. Bantuan Darurat (relief) merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar pada kedaruratan.
18. Pemerintah adalah pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

Rabu, 04 Juni 2008

Seismograph , operasionalisasi institusi dan kurikulum pendidikan siaga bencana


Dalam diskusi online yang disiarkan melalui radio ISTECS yang diikuti puluhan pendengar di seluruh dunia ini juga berlangsung sesi pertanyaan yang menarik. Jawaban-jawaban meyakinkan dan penuh dengan gagasan yang bermanfaat muncul dalam sesi ini. Sebut saja misalnya gagasan Bambang Rudiyanto yang meyakinkan pentingnya membeli tehnologi seismograph dari negera-negara maju meskipun dengan biaya mahal. Hal ini harus dilakukan sebab Indonesia baru memiliki 30 titik lokasi seismograph dan ini belum bisa mendeteksi tsunami lebih dini. Menurut Bambang biayanya memang mahal, tetapi mau tidak mau teknologi harus kita ambil dari negara yang lebih maju. Sementara M.Ridha memberikan kritik yang tajam tentang fenomena Badan Koordinasi penangulangan bencana yang kesannya mirirp sebuah kepanitiaan. Selain itu menurut aktivis Tsunami and Disaster Mitigation Center Universitas Syah Kuala ini, konsep penanggulangan bencana nampak bagus diatas kertas namun operasionalnya belum.

Menanggapi soal kurikulum pendidikan penanggulangan bencana, Heru Susetyo mengemukakan bahwa kurikulum kita harus hati-hati juga, jangan sampai konsepnya hanya sekedar informasi. Hal terpenting adalah bagaimana memasukan disaster education tersebut kepada masyarakat dengan lebih mudah. Pengalaman di Jepang menunjukkan bahwa adanya cerita-cerita rakyat tentang tsunami memberi dampak positif bagi kesiagaan warganya. Model cerita ini bermanfaat bagi anak-anak ketika menghadapi bencana, karena itu membuat cerita bencana yang mudah dimengerti oleh anak-anak merupakan langkah yang menarik untuk ditiru Indonesia. Jadi tidak sekedar memasukkan disaster education dalam kurikulum tetapi juga perlu dipikirkan berbagai cara menerapkan disaster education, termasuk melalui buku-buku cerita, komik dan melalui media televisi.

“ SAMPAH CEMARI CADANGAN AIR TAWAR KOTA BENGKULU

Tempat pembuangan sampah akhir dikota Bengkulu terletak didaerah air sebakul hulu Danau dendam tak sudah, pembuangan tempat akhir sampah dalam periode singkat mungkin belum membawa dampak yang signifikan, namun akan terasa setelah periode yang panjang, apabila terjadi akumulasi sampah yang terus menerus tanpa ada upaya pengelolaan maka pencemaran lingkungan dan pemanasan global pasti akan terus meningkat.

Hasil penelitian Bapedalda Bengkulu menunjukkan, karakteristik sampah kota Bengkulu terdiri dari sampah organic lebih kurang 75% dan 25% sampah non organik yang sulit teruarai di alam seperti plastic, kaleng bekas (logam) dan non logam (keramik dan sejenisnya).

Adanya TPA bisa mencemari air tanah yang dikonsumsi masyrakat kota Bengkulu, karena air lindi TPA sebakul masuk kedalam danau dusun besar, yang menjadi sumber utama dan cadangan terbesar air tawar kota Bengkulu. Bayangkan, jumlah sampah yang di buang ke tempat pembuangan akhir sampah ini cukup besar sekitar 15 ton sampah per-hari. Tumpukan sampah yang berada ditempat pembuangan akhir (TPA) mengandung air yang berasal dari sampah yang disebut (Air lindi), saat musim kemarau jumlah air dari sampah masuk ke danau memang sedikit namun di musim hujan jumlah air akan meningkat seiring dengan zat-zat beracun yang ikut serta di dalamnya.

Tumpukan sampah di TPA maupun tumpukan sampah disudut-sudut kota selain mencemari lingkungan juga pemicu meningkatnya pemanasan global karena sampah Menghasilkan Metana (CH4) gas rumah kaca yang merupakan bagian Gas-gas lain penyebab pemanasan global terdiri dari Karbon dioksida (CO2), Ozon (O3), Dinitrogen oksida (N2O), CFC R-12 (CCl2F2), dan CFC R-11 (CCl3F).

Saat ini yang dibutuhkan adalah adanya system pembuangan sampah yang tidak mencemari kualitas air yang ada didanau dendam dan system pengelolaan sampah yang s baik. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian serius oleh Masyarakat dan Pemerintah kota Bengkulu.


Menggadaikan negeri kepada korporasi


Fenomena pembangunan yang eksploitatif yang sangat berpihak kepada pemodal kembali di dipertontonkan oleh SBY selaku presiden RI. Para corporat tentu akan sangat senang dengan keluarnya aturan PP No 22 tahun 2008 tentang biaya rental lahan di hutan lindung. Gambaran tenta sewa-menyewa sudah dengan jelas di ingatan, bahwa selama ini tidak ada proses rental yang pada akhir akan memberikan kontribusi positif bagi yang empunya barang.

PP No 2 tahun 2008 ini sendiri secara vulgar menyediakan diri untuk menggadaikan hutan dengan harga yang sangat murah yang di peruntukan bagi kalangan berada dan selama ini menjadi aktor kunci dalam setiap kerusakan lingkungan yang ada di negeri ini.

Persoalan utama sebenarnya bukan atas dasar seberapa besar hutan lindung itu di gadaikan, tetapi jauh dari sekedar proses penggadaian akan tetapi jika ditinjau dari beberapa peraturan sebelumnya maka akan sangat terlihat bahwa peraturan ini saling bertabrakan dan tidak punya relasi sama sekali. Kedua ketika UU No 41 tahu 99 di amandemen, ada 14 perusahaan tambang yang sekarang boleh beroperasi di hutan lindung, kenyataan ini mengambarkan akan ada banyak perusahaan lain yang akan beroperasi dihutan lindung dan sisi lainnya adalah 14 perusahaan yang sudah mendapatkan izin ini akan memperluas cakarnya di wilayah-wilayah yang menandung deposit lainnya. Ketiga keluarnya PP ini menggambarkan bahwa seolah-olah pemerintah memberikan izin kepada perusahaan tambang untuk melakukan ekspansi besar-besaran. Istilah yang paling tepat atas kenyataan ini adalah “Daripada diberikan secara Cuma-Cuma mending di bayarlah walau Cuma sedikit” dan itu menjadi tanda mata atas transaksi yang terjadi.

Keluarnya biaya rental ini bagi bengkulu sebagai propinsi dengan luasan wilayah lindung lebih dari 50 persen tentu saja akan sangat berdampak negative. Karena biaya rental ini akan mempermudah proses ekspolitasi deposit yang secara umum berada di wilyah lindung. Tercatat sekarang ini penambangan di propinsi bengkulu berada di hutan lindung baik itu yang dilegitimasi oleh pemerintah maupun penambangan yang dilakukan swadaya oleh masyarakat.

Dalam penataan ruangnya Bengkulu dari 1,9 juta luas total bengkulu 920 ribu hektar (46,54 %) diantaranya ditetapkan sebagai kawasan hutan. Terdiri dari Taman Nasional, Hutan Lindung, Cagar Alam, Hutan Wisata dan Hutan Produksi. Sisanya peruntukan pemukiman, fasilitas umum, kawasan budidaya dan pertambangan.

Berdasarkan SK.MenhutBun, No. 420 tahun 1999, kawanan hutan antaralain, taman nasional 405,3 ribu ha, hutan lindung 251,5 ribu ha Cagar Alam 6,7 ribu ha dan Hutan Produksi 218,2 ribu ha. Dari luasan tersebut sebagian besar dalam kondisi rusak. Catatan WALHI menunjukan 90% Hutan produksi tidak memilik potensi kayu, 75% Hutan Lindung rusak dan tidak dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan, dan 70 Cagar Alam rusak berat (non hutan). Hanya Taman Nasional yang masih relatif baik namun pada daerah-daerah yang berakses tinggi seperti di kabupaten Lebong dan Kabupaten Kaur Hutan ini pun telah compang-camping. Kenyataan sekarang ini kerusakan taman nasional kerinci seblat secara keseluruhan dengan pembangunan jalan semakin meningkat. Pembangunan jalan Muara kulam – mersip di kabupaten musi rawas menuju sarolangun, , kambang muara labuh, tapus – talang macang merupakan ancaman serius bagi keselamatan hutan TNKS. Belum ada upaya yang lebih tegas atas kenyataan yang terjadi.

Data Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Propinsi Bengkulu tahun 2004 melaporkan ada 18 perusahaan pemegang kuasa pertambangan yang masih beroprasi di propinsi, dengan total luasan lahan yang dikelola lebih kurang 23.516,45 Ha, dan dari luasan tersebut 23.117,85 diantaranya merupakan tambangan batubara.

Penambangan batubara di Bengkulu dilakukan dengan sistem terbuka (surface mining), bentuk penambangan ini merupakan bentuk yang sangat besar dampak negarifnya terhadap lingkungan, apalagi jika tempat penambangan tersebut dilakukan di daerah aliran sungai (DAS).

Tapi atas kenyataan yang ada dengan keluarnya PP No 2 tahun 2008 ini ruang tersebut menjadi terbuka dan dapat di jadikan sebagai acuan dalam menggadaikan hutan kepada pihak perusahaan. Memang peraturan ini tidak akan berdiri sendiri dalam proses implementasinya, tetapi dengan di bukanya ruang ini maka pembukaan hutan lindung sebagai areal konsesi pertambangan akan semakin terbuka. Dan pasti akan sangat merugikan sebagian besar rakyat bengkulu yang menggantungkan hidupnya atas ketersediaan air sebagai sumber utama kehidupan serta benteng terakhir bengkulu dari kehancuralan masalah akibat dari bencana ekologis.

“ Sejarah Hari Bumi ”

Tiga puluh tahun yang lalu pada 22 April 1970, hari Bumi untuk pertama kalinya diselenggarakan di Amerika Serikat, atas prakarsa seorang senator, Gaylord Nelson. Embrio gagasan Hari Bumi dimulai sejak ia menyampaikan pidatonya di Seattle tahun 1969, tentang desakan untuk memasukkan isu-isu kontroversial, dalam hal ini lingkungan hidup, dalam kurikulum resmi perguruan tinggi mengikuti model teach in mengenai masalah anti perang. Gagasan Nelson mendapat dukungan yang mencengangkan dari masyarakat sipil.

Dukungan ini terus membesar dan memuncak dengan menggelar peringatan HARI BUMI yang monumental. Majalah TIME memperkirakan bahwa sekitar 20 juta orang turun ke jalan pada 22 April 1970. Nelson menyebutkan fenomena ini sebagai ledakan akar rumput yang sangat mencengangkan’ dimana : ” Masyarakat umum sungguh peduli dan Hari Bumi menjadi kesempatan pertama sehingga mereka benar-benar dapat berpartisipasi dalam suatu demonstrasi yang meluas secara nasional, dan dengan itu menyempaikan pesan yang serius dan mantap kepada para politisi untuk bangkit dan berbuat sesuatu “.

Menurut berbagai analisis ledakan ini muncul karena bergabungnya generasi pemrotes tahun 60-an (bagian terbesar adalah pelajar, mahasiswa, sarjana) yang terkenal sebagai motor gerakan anti-perang, pembela hak-hak sipil yang radikal. Sebuah perkawinan antara pemberontakan 60-an dan kesadaran lingkungan tahun 60-an. Hari Bumi yang pertam ini di Amerika Serikat merupakan klimaks perjuangan gerakan lingkungan hidup tahun 60-an untuk mendesak masuk isu lingkungan sebagai agenda tetap nasional. Kini peringatan Hari Bumi telah menjadi sebuah peristiwa global. Para pelaksana peringatan HARI BUMI menyatukan diri dalam jaringan global masyarakat sipil untuk Hari Bumi yakni EARTH DAY NETWORK yang berpusat di Seattle. Bila Hari Bumi ‘70 pertama paling tidak melibatkan 20 juta manusia di AS, Hari Bumi 1990 melibatkan 200 juta manusia di seluruh dunia, maka pada Hari Bumi 2000 diperkirakan terlibat 500 juta manusia di seluruh dunia dengan jargon “making history - making change”.

GREEN STUDENT MOVEMENT

RAFFLESIA BENGKULU

Selasa, 03 Juni 2008

HARAPAN BUMI


Tlah kuijinkan kau berdiri di perutKUKurestui kau menari di mataKU

Tlah kupersilahkan kau singkap tubuhKU

Kurelakan kau mengambil milikKU JantungKU, hatiKU, hidupKU………..Just for you

Sabda Tuhan diriKU melayanimu

Hijau daunKU menyegarkanmuAngin O2 KU menghangatkanmuHujan, petir, taufan, gempaKU hiburanmuIsi hamparan hidupku untukmu………….MANUSIA……….. Tapi kenapa kau nodai harapanKUKau bentangkan bencana kehancuranHutan, air , tanah, laut & kicau burung

Kau rusak, kau cerca dan kau cabik – cabik

Kau tancapkan kuku-kuku kerakusan ke dadaKUKau kotori istanaKU dengan kesombongan & ketamakanSabda Tuhan Kusesali Dulu kicau burung menemaniKU dalam keceriaanSemilir angin sejuk menghangatkanNamun kini semua hilang terbang mengambang jauh

OH………MANUSIA !!!!!!!!Adakah hati nurani membalas budi baikKUHilangkah kerinduan manisnya alamAdakah harapan buat anak cucumuAKU ingin hidup 1000 tahun menemanimu

……….MANUSIA…….!!!!!!Sabda Tuhan berkata !

“ LESTARIKAN AKU